Sabtu, 09 Juni 2012

DUFU, FROM GURU BAHASA INDONESIA

LINGUISTIK DAN PENGAJARAN BAHASA INDONESIA

MINGGU, 10 JULI 2012
Oleh Masnur Muslich
(Diadaptasikan dari Tulisan I Gusti Ngurah Oka)

Kalau kita pandang pengajaran bahasa itu sebagai suatu proses, maka di dalamnya kita dapati dua jenis proses, yaitu (a) proses penyerahan bahasa yang diajarkan kepada orang yang belajar bahasa (pelajar bahasa) dan (b) proses penerimaan bahasa yang diajarkan oleh pelajar bahasa. Di dalam sejarah studi pengajaran bahasa, tiap jenis proses tersebut di atas ini merupakan bidang studi tersendiri yang makin mengkhusus dalam perkembangan ilmu pengetahuan akhir-akhir ini. Proses menyerahkan bahasa yang diajarkan kepada pelajar bahasa adalah pokok persoalan “Ilmu Pengetahuan Bahasa (Language Teaching)”.1) Titik pertemuan kedua jenis proses di atas terletak pada bahasa yang diajarkan atau dipelajari. Karena itu berhasil baiknya proses pengajaran bahasa akan sangat ditentukan bahasa yang diajarkannya dan juga pemahaman pelajar bahasa terhadap bahasa yang dipelajari itu. Pemahaman itu hanya mungkin bisa terjadi kalau bahasa tersebut telah digambarkan secara benar (ilmiah). Dan gambaran ilmiah terhadap bahasa adalah kompetensi linguistik untuk mengemukakannya.2) Dari segi ilmiah bisa kita lihat hubungan dalam proses pengajaran bahasa. Jadi kalau demikian di dalam proses pengajaran bahasa ada tiga persoalan yang harus kita pertimbangkan, yaitu:
a)gambaran bahasa (language description) yang akan diajarkan,
b)mengajarkan bahasa (language teching) tersebut pada pelajar bahasa,
c)belajar bahasa (language learning) tersebut kepada pelajar bahasa.3)
Jika titik pertemuan linguistik dengan pengajaran bahasa pada bahasa akan diajarkan atau yang akan dipelajari, maka persoalan yang kita angkat dalam hubungan ini adalah:
a)Sejauh manakah sumbangan linguistik kepada pengajaran bahasa?
b)Bagaimanakah kemungkinan penerapannya ke dalam pengajaran bahasa Indonesia?
Kedua pokok persoalan inilah yang selanjutnya akan merupakan isi dari uraian berikut ini:

Sejarah Penerapan Linguistik
Ditinjau dari segi sejarahnya, masuknya linguistik ke dalam persoalan Pengajaran bahasa boleh dikatakan belum begitu lama. Di Amerika misalnya pemasukan linguistik ke dalam pengajaran bahasa dirintis oleh L. Bloomfield. Sehubungan dengan ini, Mary R. Haas dalam karangannya yang berjudul: “The Application of Language Teaching” (termuat dalam: A.L. Kroeber, Anthropology Today, Chicago, 1958: 807-817) mengatakan bahwa Bloomfield linguistik pertama yang bertindak sebagai guru bahasa.
Hasil-hasil yang baik dicapai Bloomfield dalam linguistik, yaitu mendeskripsikan bahasa yang diselidikinya sebagaimana adanya bahasa tersebut (sesuai dengan sistem dan struktur bahasa tersebut), kemudian diterapkannya ke dalam pengajaran bahasa. Penerapan ide-ide linguistisnya ini antara lain berupa saran-saran bagaimana sebaiknya cara-cara yang ditempuh untuk mengajarkan suatu bahasa dan mempelajari suatu bahasa. Beberapa dari saran tersebut misalnya seperti berikut.
a)Orang yang akan mengajarkan suatu bahasa (guru bahasa) hendaknya mengetahui dengan baik bahasa yang akan diajarkannya serta sanggup berbicara dalam bahasa tersebut.
b)Guru bahasa juga harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang unsur-unsur bahasa yang mana yang harus diajarkan, yang mana di antara unsur-unsur tersebut yang lebih didahulukan dan bagaimana cara-cara yang dapat tepat mengajarkan tiap unsur bahasa tersebut.
c)Teknik-teknik yang sebaiknya ditempuh:
(1)Melatihkan secara intensif ucapan bunyi-bunyi bahasanya (drill fonetis). Dalam hubungan ini disarankan agar ucapan bunyi-bunyi bahasa tersebut diusahakan setepat-tepatnya seperti pemakai aslinya (native speaker-nya) mengucapkan bunyi-bunyi tersebut.
(2)Menyediakan waktu yang cukup (8 jam seminggu) kepada “drill fonetis” (lebih-lebih lagi pada kelas-kelas permulaan).
(3)Mempertentangkan bahasa yang dipelajari dengan bahasa yang dimiliki oleh pelajar bahasa (“approach contrastive”).
Saran-saran tersebut di atas ini dikemukakan oleh Bloomfield didasarkan kepada tujuan pengajaran bahasa, yaitu membuat pelajar bahasa mampu berbahasa yang dipelajarinya, dalam waktu secepat-cepatnya dan tepat seperti pemakai aslinya mengucapkan bahasanya. Sedangkan teknik pengajaran tradisional yang terlalu mementingkan pengajaran gramar dan terjemahan namun mengabaikan kemampuan berbahasa. Hal ini terbukti dari kecamannya terhadap hasil-hasil pengajaran bahasa pada waktu itu sebagai berikut: “Of the students who take up the study of foreign languages in our schools and colleges, not one in a hundred attain even a fair reading knowledg, and not one foreign language”. Ide dan saran teknis dari Blooomfield ini termuat di dalam bukunya yang berjudul: “An Introduction to Study of Language” yang terbit tahun 1914.4)
Perkembangan study pengajaran bahasa di Amerika kemudian maju dengan pesatnya menjelang Perang Dunia II. Hal itu disebabkan karena kemungkinan-kemungkinan terlibatnya Amerika dalam perang tersebut. Adanya kemungkinan ini (dan memang akhirnya Amerika betul-betul terlibat atau melibatkan diri), dengan sendirinya diperlukan persiapan-persiapan atau perlengkapan-perlengkapan yang bukan saja bersifat kemiliteran namun juga yang bersifat sosial-budaya. Sampai pada saat itu pengetahuan Amerika tentang negara-negara yang bukan Eropa begitu banyak.
Demikian juga bahasa-bahasa yang dipelajarinya kebanyakan bahasa-bahasa klasik Eropa saja, seperti misalnya Bahasa Perancis, Bahasa Jerman, Bahasa Spanyol dan lain sebagainya. Sedangkan bahasa-bahasa Asia dan Afrika sedikit sekali yang dipelajarinya.
Tuntutan taktis dan strategi militer (yang berupa informasi-informasi militer dan sosial-budaya) dari negara-negara Asia dan Afrika yang hanya mungkin dicapai dengan baik kalau menguasai bahasa-bahasa di negara-negara kedua benua tersebut, mendorong pemerintah Amerika untuk dengan segera dan cepat membentuk tenaga-tenaga yang mampu berbahasa bahasa-bahasa Asia dan Afrika. Untuk maksud ini kemudian “American Council of Learned Society” membentuk suatu komite dengan nama “Committee on the National School of Modern Oriental Languages and Civilization” yang bertugas menemukan cara-cara yang cepat dan tepat untuk mempelajari bahasa-bahasa dan peradaban timur. Komite ini lalu mengkonsentrasi linguis-linguis Amerika terkemuka (terutama murid-murid L. Bloomfield dan E. Sapir atau linguis-linguis yang mengembangkan ide penegak linguistik modern Amerika ini) yang akhirnya menghasilkan: (1) Field Method in Linguistics (terutama dikembangkan oleh: “Linguistics Institute of the Linguistic Society of America” dan (2) Intensive Language Program yang dikembangkan oleh “The American Council of Learne Society”. Hasil-hasil ini kemudian dimanfaatkan oleh Angkatan Perang Amerika sehingga dalam waktu yang tidak lama hampir lebih dari 26 buah bahasa di Asia dan Afrika yang sudah dikuasainya. Termasuk ke dalamnya Bahasa Indonesia. Dan khusus untuk Pengajaran Bahasa Inggris, maka di Universitas Michigan dibentuk “English Language Institute” di bawah pimpinan Profesor Charles C. Fries.5) Demikianlah sejarah perkembangan Pengajaran Bahasa di Amerika yang dalam keseluruhannya merupakan usaha menerapkan linguistik ke dalam persoalan pengajaran bahasa. Detail dari perkembangan ini diuraikan dengan baik oleh William G. Moulton dalam karangannya yang berjudul: “Linguistic and Language Teaching in the United States, 1940-1960.”6)
Dengan tidak mengecilkan usaha-usaha menerapkan linguistik ke dalam penghayatan bahasa seperti yang dikerjakan oleh Amerika, sementara di sini perkembangan di negara itu sajalah yang dikemukakan.
Usaha-usaha menerapkan linguistik ke dalam pengajaran bahasa di Indonesia, yaitu ke dalam Pengajaran Bahasa Indonesia, tampaknya baru dimulai perintisnya oleh para linguis muda Indonesia. Karya-karya yang bercorak linguistik dari Soewojo Wojowasito, Samsuri, dan Umar Yunus (Malang), M. Ramlan (Jogya), Lutfi Abbas (Bandung), Anton Muljono, Harimurti Kridalaksana, M. Effendi, A. Latif, T.W. Kamil dan lain sebagainya (Jakarta), banyak atau sedikit dimaksudkan untuk memberi landasan-landasan permulaan bagi penerapan linguistik ke dalam Pengajaran Bahasa Indonesia.

Sumbangan Linguistik dalam Pengajaran Bahasa
T. Hodge dalam karangannya yang berjudul: “The Influence of Linguistics to Language Teaching” (Anthropological Linguistics, 5, ., 1963, 50-56) antara lain mengatakan linguistik membantu pengajaran bahasa dalam:
1)menentukan corak bahasa yang diajarkan,
2)memberi pedoman tentang pemilihan materi bahasa yang sebaiknya diajarkan, dan
3)memberi pedoman tentang cara-cara penganalisaan materi bahasa yang diajarkan.
Tentang corak bahasa yang sebaiknya diajarkan, Charleton T. Hodge menyarankan agar pemilihannya didasarkan kepada kebutuhan mereka yang belajar bahasa (pelajar bahasa) dan kepada tujuan pengajaran bahasa. Sehubungan dengan ini hendaknya diperhatikan berbagai versi ujar yang ada dalam bahasa tersebut.
Mengenai materi atau bahan pelajaran yang sebaiknya diajarkan, disarankan agar dipersiapkan seri teks-book yang dikatakannya sebagai berikut: “Ideally, the language text is the last of a series of items to be written, following a complete study of the language, and analyzing and reanalyzing it from every aspects”.
Di dalam penganalisisan bahasa dan menjadikan pelajaran bahasa itu, Hodge menyarankan adanya kerja sama yang baik antara linguistik dengan paedagogi di satu pihak dan dengan metodologi di pihak lain. Dan teknik yang selalu ditekankannya adalah teknik drill yang intensif dan teknis pembinaan kemampuan berbahasa dalam bahasa yang dipelajari.7) Di samping itu linguistik juga mengembangkan metode-metode pengajaran bahasa yang berlandaskan linguistik. Untuk menyebut beberapa di antaranya, di sini perlu dikemukakan “Oral Approach” yang dirintis C.C. Fries yang dikatakannnya sebagai “A New Approach to Language Learning”8). “The Oral-Aural Method” oleh Robert L. Saitz9), Metode Pembatasan Materi Bahasa oleh W. Cowan, Smith dan S.W. Stevick, Metode Kontrastive Linguistik yang mempertentangkan bahasa yang diajarkan dengan bahasa yang telah dimiliki oleh pelajar bahasa dan malahan akhir-akhir ini sudah berkembang metode baru yang didasarkan kepada “Approach Bilingualism”.10)
Rupanya penerapan metode-metode pengajaran bahasa yang berlandaskan linguistik ini mendapatkan pembinaaan yang sangat baiknya dalam pengajaran bahasa Inggris. Dua jenis pengajaran bahasa Inggris yang sekarang terkenal di dunia adalah “Teaching English as a Foreign Language” dan “Teaching English as a Second Language”. Tentang hal ini diuraikan dengan baiknya oleh Charles C. Fries dalam bukunya “Teaching & Learning English as a Foreign Language” Publication of the Modern Language Association, 78: 2- 25-28 (1963),11) banyak berbicara tentang sejarah perkembangan kedua corak Pengajaran Bahasa Inggris tersebut. Akhirnya dapatlah kita simpulkan bahwa bagaimanapun juga linguistik mempunyai andil yang sangat besar dalam perkembangan pengajaran bahasa dan malahan ada sementara sarjana yang berpendapat hanya pengajaran bahasa yang berdasarkan linguistiklah yang akan merupakan Pengajaran Bahasa yang valid di masa-masa yang akan datang.

Kemungkinan-kemungkinan Penerapan Linguistik ke dalam Pengajaran Bahasa Indonesia
Atas dasar teori penerapan linguistik ke dalam pengajaran bahasa dan dengan perbandingan pengajaran bahasa Inggris yang telah demikian jauh menerapkan linguistik ke dalamnya, seperti yang diuraikan di atas ini, maka bukanlah suatu hal yang tidak mungkin dikerjakan untuk menerapkan apakah saran-saran untuk menerapkan itu sudah adakah di Indonesia dan pada bahasa Indonesia?
Seperti telah diuraikan di atas, persyaratan pertama yang harus ada ialah deskripsi linguistik Bahasa Indonesia. Pertanyaan dalam hubungan ini: “Sudahkah bahasa Indonesia dideskripsikan secara linguistik?” Rupanya deskripsi linguistik tentang bahasa Indonesia ini, belumlah begitu besar jumlahnya dan juga belum tinggi mutunya, lebih-lebih lagi kalau kita bandingkan dengan deskripsi linguistik-linguistik yang telah ada dalam bahasa Inggris misalnya. Yang banyak kita dapati tentang bahasa Indonesia adalah terbitan-terbitan yang bernama tatabahasa/kaidah bahasa Indonesia yang ada sekarang ini di Indonesia dan tentang bahasa Indonesia, kebanyakan mempunyai sifat-sifat normatif preskriptif yang kebanyakan pula tidak sesuai lagi dengan pertumbuhan dan perkembangan Bahasa Indonesia yang sudah maju pesat.12)
Namun walaupun demikian, usaha-usaha permulaan untuk mendeskripsikan bahasa Indonesia secara linguistik yang dikerjakan oleh sementara linguis muda Indonesia, patut kita hargai dalam hubungan ini. Misalnya buku “Ilmu Bahasa Indonesia, Morfologi, Suatu Tujuan Bahasa Indonesia I dan II (Jakarta, 1967) karangan Drs. Lufti Abbas, M.A., “Struktur Bahasa Indonesia” (Malang, 1966) karya Drs. Umar Yumus dan karangan-karangan tersebar dari: Anton Muljono, Djojo Kenntjono, Samsuri dan Harimurti Kridalaksana, semuanya merupakan usaha-usaha untuk mengemukakan deskripsi linguistik terhadap Bahasa Indonesia. Terlepas dari sudah validnya karya-karya di atas ini, maka untuk Pengajaran Bahasa Indonesia di masa sekarang ini ada baiknya untuk sementara dipedomani kepada buku-buku ini, sambil menunggu kehadiran buku-buku yang lebih baik.
Syarat kedua yang kita perlukan bagi penerapan linguistik ke dalam Pengajaran Bahasa Indonesia adalah buku-buku pegangan sekolah yang berlandaskan linguistik. Rupanya buku-buku yang demikian inilah yang sedikit sekali adanya di Indonesia atau tidak ada sama sekali. Sehubungan dengan ini, adalah tantangan kepada linguis Indonesia dan terutama tantangan kepada sarjana-sarjana Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP untuk segera menghasilkan buku-buku pegangan yang demikian ini. Dikatakan demikian, karena sarjana-sarjana yang terakhir inilah yang di samping telah dibekali pengetahuan linguistik memiliki tentang Mengajarkan Bahasa (Language Teching) dan Belajar Bahasa (Language Learning).
Syarat ke tiga yang barangkali merupakan syarat terpenting dalam rangka penerapan linguistik ke dalam pengajaran bahasa Indonesia, adalah guru-guru Bahasa Indonesia yang mampu menerapkan atau mendasarkan pengajaran bahasa Indonesianya di sekolah-sekolah dengan linguistik. Tentunya guru-guru bahasa Indonesia yang telah mendapatkan pendidikan tinggi di IKIP yang mempunyai kans yang lebih banyak dalam hubungan ini. Hanya saja tenaga-tenaga guru bahasa Indonesia yang sekarang sudah banyak disumbangkan oleh IKIP kebanyakan masih muda usia (kurang berpengalaman) dan juga kurang “keberanian” memulai penerapan linguistik ke dalam pengajaran bahasa Indonesia. Dikatakan demikian karena sikap yang tidak simpatik dari guru-guru bahasa Indonesia angkatan tua dan sistem ujian lama yang masih berjalan rupanya tidak merupakan iklim yang baik untuk memulai penerapan linguistik ke dalam pengajaran bahasa Indonesia pada masa sekarang ini. Namun bisa kita pastikan dalam hubungan ini adalah pastinya linguistik akan diterapkan dalam Pengajaran Bahasa Indonesia dalam waktu 10 tahun mendatang, karena masa-masa itu dan masa-masa sesudahnya adalah Guru-guru Bahasa Indonesia yang dihasilkan oleh IKIP.
Di samping persyaratan teknis ilmiah seperti yang diuraikan di atas ini sudah tentu sangat diperlukan aspirasi partisipasi yang positif dari pemerintah Republik Indonesia c.q. Departemen P. dan K. dengan memberikan fasilitas serta biaya untuk melaksanakan ide penerangan linguistik ke dalam Pengajaran Bahasa Indonesia.
Tanpa kedua hal yang terakhir ini, sulitlah kita berbicara tentang kemajuan apalagi tentang peningkatan mutu Pengajaran Bahasa Indonesia yang sering disarankan oleh masyarakat, para ahli/pendidik dan oleh pemerintah. Demikianlah sebuah pandangan tentang hubungan linguistik dengan Pengajaran Bahasa Indonesia dan kemungkinan-kemungkinan penerapannya ke dalam Pengajaran Bahasa Indonesia. Mudah-mudahan dalam kesederhanaannya ini bisa dipahami oleh semua pihak dan lebih dari pada itu diharapkan uraian ini dapat merangsang pemikiran-pemikiran yang tentunya harus lebih serta mendetail. Jika hal itu bisa tercapai, tercapai pulalah maksud utama uraian ini.
Catatan:
1)Lihat: Mary R. Haas, The Application of Linguistics to Language Teaching, (termuat dalam: A.L. Kroeber, Anthropology Today, Chicago, 1958: 807).
2) Lihat: A.H. Gleason Jr. An Introduction to Descriptive Linguistics, 1961: 1-2.
3)op. cit. A.L. Kroeber, 1958: 807.
4)op. cit. A.L. Kroeber, 1958: 809.
5)op. cit. A.L. Kroeber, 1958: 813.
6)Lihat: Anthropological Linguistics, 1963: 1, 5, 50.
7)Ibid hal. 52.
8)Lihat: Harold B. Allen, Teaching English as a Second Language, 1965: 84-87.
9)Ibid. hal. 322-325.
10)op. cit. Anthropological Linguistics, 1963: 1, 5, 52.
11)op. cit. A.L. Kroeber, 1985: 811-814.
12)Lihat: Anton Muljono; Suatu Reorientasi dalam Tatabahasa Indonesia (termuat dalam Bahasa dan Kesusastraan Indonesia, sebagai Cermin Manusia Indonesia Baru, Jakarta, 1967: 45-69).

KANGKILO PAHAM BUTON, SUFISME DAN MA'RIFAT

KANGKILO: CIPTAKAN KELUARGA SEHAT BAHAGIA
Oleh: Hamiruddin Udu
10 JULI 2012
Keluarga sehat - bahagia adalah dambaan setiap rumah tangga. Akan tetapi, budaya global yang tidak sesuai telah merusak kebahagiaan itu. Nilai-nilai dalam tradisi kangkilo diyakini dapat berperan dalam menciptakan keluarga sehat, bahagia dan mulia. Sayangnya, tradisi yang dipengaruhi paham sufisme dan ilmu ma’rifat ini sudah hampir hilang dari memori masyarakat Buton.

Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana kangkilo dipahami dan diterapkan dalam masyarakat Buton dalam kegiatan sehari-hari.

Untuk menciptakan keluarga sehat - bahagia, tradisi ini mengharuskan penggunanya mandi yang disertai mantra untuk membersihkan beberapa titik pada diri manusia sebelum melakukan hubungan suami - istri. Setelah mandi, pasangan itu memakai kain dan menggunakan wewangian. Di ranjang, pasangan itu bercumbu dan membaca mantra agar kedua belah pihak bisa mencapai orgasme secara bersamaan. Disinilah seluruh ruang keluarga terhiasi kebahagiaan. Setelah itu, mereka melakukan kangkilo lagi. Dari segi kesehatan, kegiatan kangkilo yang dilakukan sebelum dan sesudah hubungan seks pada dasarnya adalah upaya mencegah pasangan dari penyakit kelamin.





DUFU SOSIOLOGI BAHASA

Sejarah istilah sosiologi


Potret Auguste Comte.
  • 1842: Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi.[rujukan?] Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial.[rujukan?] Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia.[rujukan?] Comte membedakan antara sosiologi statis, dimana perhatian dipusatkan pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat dan sosiologi dinamis dimana perhatian dipusatkan tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi.[rujukan?] Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa).[rujukan?] Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.[rujukan?]
  • Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis — berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis.[rujukan?] Emile memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
  • 1876: Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology dan memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
  • Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
  • Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.
  • Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology.

Pokok bahasan sosiologi

Pokok bahasan sosiologi ada empat: 1. Fakta sosial sebagai cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar individu dan mempunyai kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut.[rujukan?]
Contoh, di sekolah seorang murid diwajidkan untuk datang tepat waktu, menggunakan seragam, dan bersikap hormat kepada guru. Kewajiban-kewajiban tersebut dituangkan ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika dilanggar. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu (sekolah), yang bersifat memaksa dan mengendalikan individu (murid).
2. Tindakan sosial sebagai tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain.[rujukan?]
Contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial.
3. Khayalan sosiologis sebagai cara untuk memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia.[rujukan?] Menurut Wright Mills, dengan khayalan sosiologi, kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya. Alat untuk melakukan khayalan sosiologis adalah permasalahan (troubles) dan isu (issues). Permasalahan pribadi individu merupakan ancaman terhadap nilai-nilai pribadi. Isu merupakan hal yang ada di luar jangkauan kehidupan pribadi individu.
Contoh, jika suatu daerah hanya memiliki satu orang yang menganggur, maka pengangguran itu adalah masalah. Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat peningkatan keterampilan pribadi. Sementara jika di kota tersebut ada 12 juta penduduk yang menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut merupakan isu, yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.
4. Realitas sosial adalah penungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.

Ciri-Ciri dan Hakikat Sosiologi

Sosiologi merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu telah memenuhi semua unsur ilmu pengetahuan. Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, sosiologi sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut.[1]
  • Empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulasi (menduga-duga).
  • Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret di lapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
  • Komulatif, yaitu disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama.
  • Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.
Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sebagai berikut.[2]
  • Sosiologi adalah ilmu sosial karena yang dipelajari adalah gejala-gejala kemasyarakatan.
  • Sosiologi termasuk disiplin ilmu normatif, bukan merupakan disiplin ilmu kategori yang membatasi diri pada kejadian saat ini dan bukan apa yang terjadi atau seharusnya terjadi.
  • Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan murni (pure science) dan ilmu pengetahuan terapan.
  • Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan abstrak dan bukan ilmu pengetahuan konkret. Artinya yang menjadi perhatian adalah bentuk dan pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya peristiwa itu sendiri.
  • Sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola umum, serta mencari prinsip-prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia, sifat, hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia.
  • Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Hal ini menyangkut metode yang digunakan.
  • Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, artinya sosiologi mempunyai gejala-gejala umum yang ada pada interaksi antara manusia.

Kegunaan Sosiologi

Kegunaan Sosiologi dalam masyarakat,antara lain:
Sosiologi berguna untuk memberikan data-data sosial yang diperlukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian pembangunan
Tanpa penelitian dan penyelidikan sosiologis tidak akan diperoleh perencanaan sosial yang efektif atau pemecahan masalah-masalah sosial dengan baik

Objek Sosiologi

Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mempunyai beberapa objek.[3]
Objek material sosiologi adalah kehidupan sosial, gejala-gejala dan proses hubungan antara manusia yang memengaruhi kesatuan manusia itu sendiri.
Objek formal sosiologi lebih ditekankan pada manusia sebagai makhluk sosial atau masyarakat. Dengan demikian objek formal sosiologi adalah hubungan manusia antara manusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.
Objek budaya salah satu faktor yang dapat memengaruhi hubungan satu dengan yang lain.
Pengaruh dari objek dari agama ini dapat menjadi pemicu dalam hubungan sosial masyarakat, dan banyak juga hal-hal ataupun dampak yang memengaruhi hubungan manusia.

Ruang Lingkup Kajian Sosiologi

Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi mengkaji lebih mendalam pada bidangnya dengan cara bervariasi.[4] Misalnya seorang sosiolog mengkaji dan mengamati kenakalan remaja di Indonesia saat ini, mereka akan mengkaji mengapa remaja tersebut nakal, mulai kapan remaja tersebut berperilaku nakal, sampai memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut. Hampir semua gejala sosial yang terjadi di desa maupun di kota baik individu ataupun kelompok, merupakan ruang kajian yang cocok bagi sosiologi, asalkan menggunakan prosedur ilmiah. Ruang lingkup kajian sosiologi lebih luas dari ilmu sosial lainnya.[5] Hal ini dikarenakan ruang lingkup sosiologi mencakup semua interaksi sosial yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok di lingkungan masyarakat. Ruang lingkup kajian sosiologi tersebut jika dirincikan menjadi beberapa hal, misalnya antara lain:[6]
  • Ekonomi beserta kegiatan usahanya secara prinsipil yang berhubungan dengan produksi, distribusi,dan penggunaan sumber-sumber kekayaan alam;
  • Masalah manajemen yaitu pihak-pihak yang membuat kajian, berkaitan dengan apa yang dialami warganya;
  • Persoalan sejarah yaitu berhubungan dengan catatan kronologis, misalnya usaha kegiatan manusia beserta prestasinya yang tercatat, dan sebagainya.
Sosiologi menggabungkan data dari berbagai ilmu pengetahuan sebagai dasar penelitiannya. Dengan demikian sosiologi dapat dihubungkan dengan kejadian sejarah, sepanjang kejadian itu memberikan keterangan beserta uraian proses berlangsungnya hidup kelompok-kelompok, atau beberapa peristiwa dalam perjalanan sejarah dari kelompok manusia. Sebagai contoh, riwayat suatu negara dapat dipelajari dengan mengungkapkan latar belakang terbentuknya suatu negara, faktor-faktor, prinsip-prinsip suatu negara sampai perjalanan negara di masa yang akan datang. Sosiologi mempertumbuhkan semua lingkungan dan kebiasaan manusia, sepanjang kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia dan dapat memengaruhi pengalaman yang dirasakan manusia, serta proses dalam kelompoknya. Selama kelompok itu ada, maka selama itu pula akan terlihat bentuk-bentuk, cara-cara, standar, mekanisme, masalah, dan perkembangan sifat kelompok tersebut. Semua faktor tersebut dapat memengaruhi hubungan antara manusia dan berpengaruh terhadap analisis sosiologi.

Perkembangan sosiologi dari abad ke abad

Perkembangan pada abad pencerahan

Banyak ilmuwan-ilmuwan besar pada zaman dahulu, seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran.
Pendapat itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pemikir di abad pertengahan, seperti Agustinus, Ibnu Sina, dan Thomas Aquinas. Mereka berpendapat bahwa sebagai makhluk hidup yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi dengan masyarakatnya. Pertanyaan dan pertanggungjawaban ilmiah tentang perubahan masyarakat belum terpikirkan pada masa ini.
Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak pada abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.

Pengaruh perubahan yang terjadi pada abad pencerahan

Perubahan-perubahan besar di abad pencerahan, terus berkembang secara revolusioner sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri, dan revolusi Perancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di seluruh dunia. Para ilmuwan tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat.

Gejolak abad revolusi

Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniwan yang semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.

Revolusi Perancis berhasil mengubah struktur masyarakat feodal ke masyarakat yang bebas
Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini.
Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :
  • Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya.
  • Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.
  • Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.

Kelahiran sosiologi modern

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya).
Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.
Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.
Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi.

Referensi

  1. ^ William D Perdue. 1986. Sociological Theory: Explanation, Paradigm, and Ideology. Palo Alto, CA: Mayfield Publishing Company. Hlm. 20
  2. ^ Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Hlm. 5
  3. ^ James. M. Henslin, 2002. Essential of Sociology: A Down to Earth Approach Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon. Hlm 10
  4. ^ Pitirim Sorokin. 1928. Contemporary Sociological Theories. New York: Harper. Hlm. 25
  5. ^ Randall Collins. 1974. Conflict Sociology: Toward an Explanatory Science. New York: Academic Press. Hlm. 19
  6. ^ George Ritzer. 1992. Sociological Theory. New York: Mc Graw-Hill. Hlm. 28

Lihat pula

Baca lebih lanjut

Sabtu, 02 Juni 2012

laporan praktikum


LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS I
PERCOBAAN IV
REAKSI-REAKSI KHUSUS SENYAWA
YANG MENGANDUNG C, H, O, N, DAN S
Oleh:
NAMA           : NOERMAYANTI
NIM                : F1F1 11 113
KELOMPOK : I (SATU)
KELAS          : FARMASI B
ASISTEN       : AGUNG WIBAWA M. YODHA

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012

REAKSI-REAKSI KHUSUS SENYAWA

YANG MENGANDUNG C, H, O, N DAN S


A.      TUJUAN

Tujuan percobaan ini adalah untuk menganalisis secara kualitatif reaksi-reaksi khusus yang mengandung senyawa C, H, O, N dan S.

B.       LANDASAN TEORI

Kimia analitik bisa dibagi menjadi bidang-bidang yang disebut analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.Analisis kualitatif berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia; mengenali unsur-unsur atau senyawa apa yang ada dalam suatu sampel.Analisis kualitatif dapat diartikan analisis yang berhubungan dengan identifikasi suatu zat atau campuran yang tidak diketahui (Underwood, 2002).
Sesuai dengan namanya senyawa karbon merupakan senyawa yang mengandung unsur krbon. Sejak 1780, senayawa karbon dibagi menjadi dua yaitu Senyawa karbon organik dan senyawa karbon anorganik. Senyawa karbon organik adalah senyawa yang diperoleh dari makhluk hidup, misalnya karbohidrat, vitamin, dan lemak.Sedangkan senyawa karbon anorganik adalah senyawa yang yang bukan berasal dari makhluk hidup, misalnya batu kapur, kirbida, dan Litium sianida (Sutresna, 2007).
Nitrogen juga merupakan unsur makro yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup.Sumber nitrogen dari makhluk hidup bukan berasal dari udara melainkan berasal dari senyawa-senyawa nitrogen yang berasal dari makanan. Oksigen banyak terdapat di alam, kandungannya di alam sekitar 21 %. Di atmosfer terdapat oksigen dalam bentuk diatomic (O2) ,monoatomik (O) dan triatomik (O3) (Sutresna, 2006).
Sulfonamida adalah kemoterapik yang pertama digunakan secara sisitemik untuk penghambat dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Penggunaanya kemidian terdesak oleh antimikroba. Pertengahan tahub 1970 penemuan sediaan kombinasi trimetoprin dan sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan sulfonamida untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu (Utamiderlauw, 2010).




C.       ALAT DAN BAHAN

a.         Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
-            Tabung reaksi
-            Pipet tetes
-            Batang pengaduk
-            Filler
-            Pipet volume
-            Mikroskop cahaya
-            Cawan porselin
-            Spatula

b.         Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
-            Trisulfat
-            Air
-            HCl
-            CuSO4
-            NaOH
-            Aseton


D.      PROSEDUR KERJA

1 Tablet Trisulfat
 
 

-          Dilarutkan dalam air
-          Ditambahkan NaOH
-          Ditambahkan CuSO4
    Hasil pengamatan?

 

Trisulfat
 
 

-          Ditambahkan NaOH yang diencerkan dengan air
-          Ditambahkan HCl
    Hasil pengamatan?

 

Trisulfat
 
 

-          Dihaluskan
-          Diletakkan pada kaca objek mikroskop
-          Ditambahkan aseton dan air
-          Diamati kristal yang terbentuk
    Hasil pengamatan?






 

Trisulfat
 
 

-          Dihaluskan
-          Diletakkan pada kaca objek mikroskop
-          Ditambahkan NCl
-          Diamati kristal yang terbentuk
    Hasil pengamatan?


E.       HASIL PENGAMATAN

PERLAKUAN
HASIL
1 tablet Trisulfa dilarutkan dalam air, ditambahkan NaOH, ditambahkan CuSO4
- Terbentuk larutan hijau
- Terbentuk endapan coklat
                     
Trisulfa dalam tabung reaksi ditambahkan NaOH, diencerkan dengan air, ditambahkan HCl
-Terbentuk endapan putih

Trisulfa dihaluskan, diletakkan pada kaca objek, ditambahkan aseton dan air, diamati Kristal yang terbentuk pada mikroskop
-Terbentuk kristal yang menyebar

Trisulfa dihaluskan, diletakkan pada kaca objek, ditambahkan HCl, diamati kristalnya dibawah mikroskop
-Terbentuk kristal yang     menggumpal


F.        PEMBAHASAN

Analisis kualitatif adalah analisis yang berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia; mengenali unsur-unsur atau senyawa apa yang ada dalam suatu sampel.Analisis kualitatif dapat diartikan analisis yang berhubungan dengan identifikasi suatu zat atau campuran yang tidak diketahui, khususnya pada percobaan ini adalah reaksi-reaksi senyawa yang mengandung C, H, O, N dan S. Dalam menggunakan metode analisis kualitatif, dapat dilihat beberapa perubahan yang terjadi yaitu adanya perubahan warna, terbentuknya endapan, dan timbulnya bau. Untuk itu, dalam pengidentifikasiannya digunakan reagen-reagen yang tertentu.
Pada percobaan kali ini, digunakan trisulfa yang mengandung sulfadiazin, sulfamerazin, dan sulfamezatin Pada perlakuan pertama, trisulfa yang mengandung sulfadiazin dilarutkan kembali dalam air dan ditambahkan dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4, dan larutan berubah warna menjadi hijau dan etrdapat endapan berwarna coklat.
Pada perlakuan kedua, trisulfat dihaluskan terlebih dahulu, ditetesi dengan NaOH dan diencerkan dengan air kemudian ditambahkan larutan HCl sampai netral dan ditambahkan beberapa tetes CuSO4. Dari pencampuran beberapa larutan ini terbentuk endapan berwarna putih. Endapan tersebut terbentuk karena terhidrolisis oleh asam klorida.


                NH2                                SO2NH                                                                                                                                                                                
                            
                   Rumus struktur sulfadiazin(C10H10N4O2S)       
Pada perlakuan ketiga dilakukan identifikasi sulfadiazine dan sulfamerazin masing-masing ditambahkan aseton-air, dan diteteskan pada gelas objek kemudian diamati kristalnya. Dan hasil yang terlihat pada keduanya adalah kristalnya menyebar. Penyebaran kristal yang terlihat disebabkan karena terjadi reaksi antara senyawa organik dan senyawa anorganik.                                               CH3
                                                                N
    NH2                                     SO2NH          
N                    
                                                                                                   CH3
Struktur Sulfamerazin (C11H12N4O2S) dan Sulfamezatin (C12H14N4O2S
Pada perlakuan terakhir, trisulva halus diletakkan pada gelas objek dan ditambahkan larutan HCl, kemudian diamati dibawah mikroskop. Hasilnya adalah kristal yang terlihat mengumpal. Ini disebabkan karena terjadi reaksi antara senyawa organik dan senyawa organik. Pada sulfamerazin kristal yang terlihat pun menggumpal.


G.      KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada trisulfa yang mengandung sulfadiazin, sulfamerazin, dan sulfamezatin. terdapat reaksi-reaksi yang mengandung unsur C, H, O, N dan S.

DAFTAR PUSTAKA

Sutresna, Nana. 2006.  Kimia.Grafindo Media Pratama: Bandung.
Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia.Grafindo Media Pratama: Bandung.
Utamiderlauw, 2010. Antimikroba.http://utamiderlauw. wordpress. com/2010 /0 6  /09/antimikroba, diakses tanggal 13 April 2012.
Underwood, 2002. Kimia Analisis. Erlangga: Jakarta.




































Utamiderlauw's Blog

Just another WordPress.com site
RSS

ANTIMIKROBA

1. Pendahuluan

Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia (kesehatan): mikroba yang dimaksud disini adalah jasad renik dan tidak termaksud kelompok parasit.

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungsi yang dapat menghambat atau membasmi mikroba lain. Dewasa ini banyak antibiotika dibuat secara semisinyesis atau sintetik penuh.
Dalam praktek sehari-hari AM sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolin), juga sering digolongkan sebagai antibiotik. Obat antimikroba harus memiliki toksisitas AM selektif tinggi mungkin, artinya obat tersebut bersifat sangat toksis untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis terhadap hospes.
 Obabt-obat antimikroba

SULFONAMIDA dAN KOTRIMOKSASOL
Sulfonamida adalah kemoterapik yang pertama digunakan secara sisitemik untuk penghambat dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Penggunaanya kemidian terdesak oleh antimikroba.
Pertengahan tahub 1970 penemuan sediaan kombinasi trimetoprin dan sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan sulfonamida untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu

SULFONAMIDA
Sulfonamida mempunyai spektrum anti bakteri yang luas meskipun kurang kuat dibandingkan antibiotik dan disamping itu mikroba yag resisiten terhadap sulfonamida cukup banyak. Golongan obat ini umumnya bersifat bakteriostatik namun pada dosis yang tinggi dalam urine, sulfonamida dapat bersifat baktersid sehingga dapat dipilih untuk terapi infeksi saluran kemih
Obat-obat golongan sulfonamida yang biasanya digunakan dalam klinis adalh: sulfadiazin, sulfaisoksazol, sulfametaksazol, ftalilsulfatiazol, sulfanilamid (topikal), Ag-sulfadiazin (topikal), sulfasetin, sulfametizol, kombinasi sulfa = Trisulfa (sulfadiazin+sulfamerazin+sulfametazin)