Jumat, 01 Juni 2012

Pengantar Filsafat Pendidikan

01 juni, 2012
Pengertian Filsafat
Dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan Sophia; philo artinya cinta atau suka dalam arti yang luas, yaitu ingin dan karena itu lalu berusa-ha mencapai yang diinginkan itu; Sophia artinya kebijakan – kebijaksanaan. Jadi filsafat itu bisa diartikan ingin mencapai pandai, cinta pada kebijakan. Adapun kata cinta dalam terminologi fil-safat bukanlah gambaran tentang gambaran orang yang duduk terasing dari alam yang diangan -kannya. Seorang filosof bukanlah orang yang kurang ikut andil secara gigih dalam upaya menemukan berbagai tanda yang mendalam tentang hidup manusia.
Definisi nominal: Filein(Mencintai) dan sophia  ( kebijaksanaan). Filsafat itu sendiri berarti cinta akan kebijaksanaan melalui kemapuan metode bertanya tentang hakekat sejati dari realitas baik yang dapat diinderai maupun tidak. Filsafat adalah ilmu yang mencintai dan mencari kebijaksanaan.
Definisi real:Filsafat adalah pengetahuan mengenai semua hal melalui sebab-sebab terakhir yang didapat melalui penalaran atau akal budi. Ia mencari dan menjelaskan hakekat dari segala sesuatu.
Filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni:                                                                         a, Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa  A rab ‘falsafah’,yang berasal dari bahasa Yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ cinta, suka (loving), dan ‘sophia’ pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi’philosophia’ berar ti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut ‘philosopher’, dalam bahasa Arabnya ‘failasuf”.
b. Segi praktis : dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran yang sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Menurut Hasbullah Backry (1970: 9), ilmu filsafat merupakan suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu secara mendetail mengenai ketuhanan, alam semesta dan kemanusiaan sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekat yang dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana sikap manusia semestinya ketika telah memperoleh pengetahuan. Serta diha         rapkan dapat mengerti dan mempunyai pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia didalamnya.
Fakta, dalam filsafat adalah suatu hasil tinjauan dan observasi yang merupakan hasil interpre-tasi atau penafsiaran dalam konteks dengan lingkungan-lingkungan yang lebih luas. Makna dari pengetahuan tentang atom, baru mulai tampak bila dihubungkan dengan peradaban. Misalnya seorang ahli otom berusaha menemukan fakta, menciptakan teknik-teknik yang diperlukan dan menyusun instrumen-instumen yang diperlukan. Semuanya  dilakukan demi pengetahuan tentang atom itu dan dapat makin luas dan mendalam. Akan tetapi mungkin sekali ahli atom ini kurang atau tidak memperhatikan apa yang diperbuat manusia, atau malahan apa yang seharusnya dilakukan. Hal ini menjadi tugas dari filsafat, karena permasalahannya menyangkut nilai, yang berarti filsafat akan dapat menentukan mana yang paling baik yang harus menjadi pegangan manusia. Jelaslah, bahwa ilmu pengetahuan menjurus pada sasaran yang sempit dan tinjauan yang mendalam, filsafat menjurus kesasaran yang luas, menyeluruh, total dan komprehensif.
Pada zaman modern ini manusia telah meyakini tentang eksistensi pendidikan dari yang sifatnya umum kepada yang khusus. Keyakinan ini makin diperkuat dengan berkembangnya metode pengukuran dan cara analisa yang dapat dipercaya untuk menghasilkan data yang dapat dipercaya pula. Dengan bahasa ilmiah lazim dikatakan “Apa yang ada dapat diketahui dan dapat dihaya   ti karena dapat diukur”. Peran filsafat dalam dunia pendidikan ialah memberi kerangka acuan bidang filsafat pendikan, guna mewujudkan cita-cita pendidikan yang diharapkan oleh suatu masyarakat atau bangsa maka tak mengherankan bila filsafat pendidikan yang terdapat pada suatu negara dipengaruhi oleh filsafat hidup yang menjadi anutan bangsa dinegara masing-masing.
      Kebijaksanaan (kearifan) dalam bahasa Inggris disebut “wisdom” yang berarti Accumulated Philosophic or Scientific Learning” juga diartikan a wise attitude or course of action. Kata wisdom terkandung suatu pengetahuan ilmiah, yaitu suatu pengetahuan yang benar secara meto dologis dan sistematis yang dapat diterima oleh common sense (logika). Selanjutnya jika pengetahuan ini menyatu dengan kepribadian seseorang, maka orang tersebut cenderung bertingkah laku bijaksana. Jadi berdasarkan secercah goresan tinta diatas dapatlah diketahui bahwa dari segi bahasa, filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, kebijakan dan keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak dan berilmu. Sedangkan orang yang ahli berfilsafat disebut philosopher atau filosof.
Dalam pengertian yang lebih luas, ilmu filsafat menyelidiki seluruh kenyataan yang dibahas oleh ilmu-ilmu vak (disiplin ilmu selain filsafat). Seluruh, karena filsafat bukan hanya sekedar pengetahuan melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai dibalik pengethaun itu sendiri. Sehingga dengan pandangan demikian lebih terbuka kemungkinan untuk menemukan hubungan dan pertalian antara semua unsur yang dipertinggi, dengan mengarahkan perhatian dan kedalaman mengenai kebajikan. Disamping itu juga filsafat bercorak sistematis karena menggunakan pola berfikir secara sadar dan mendalam, teliti dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada (arnadib, 1994: 11 – 12)
Filsafat dibutuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanya yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan manusia. Jawaban itu merupakan hasil yang sitematis, integral, komprehensif dan mendasar. Jawaban seperti ini juga digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan.
B. Obyek Kajian Filsafat Pendidikan
Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan tentang pendidikan terutama pendidikan Islam, maka perlu diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan pada umumnya.
Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
a) Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti  cara berfikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.
b) Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
c) Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada masa sekarang maupun masa mendatang.
d) Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:
a) Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta proses kejadian kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.
b) Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan suatu kekuatan yang menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme) ataukah dua zat (dualisme) atau banyak zat (pluralisme).    Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini bersifat kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:
a. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).
b. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).
c. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
d. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
e. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan).
f. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian dari uraian tersebut diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar